Jumat, 16 November 2012

BAHASA


Wapres Bantah Batik Sudah Dipatenkan Malaysia


Sabtu, 1 September 2007 22:17 WIB | Peristiwa | | Dibaca 2623 kali
Pekalongan (ANTARA News) - Wakil Presiden (Wapres) M Jusuf Kalla membantah jika batik telah dipatenkan oleh Malaysia, karena batik sudah menjadi kekayaan warisan budaya (heritage) bangsa Indonesia yang diwariskan nenek moyang secara turun menurun.

"Yang begini (batik) nggak ada hak patennya. Siapa bilang Malaysia punya patennya. Dan Batik Malaysia itu sangat beda sekali motifnya dengan batik Indonesia," kata Wapres M Jusuf Kalla di Pekalongan, Jateng, Sabtu.

Menurut Wapres, batik saat ini sudah menjadi warisan budaya (heritage) sehingga tidak bisa lagi diketahui siapa penemu atau pencipta awalnya.


Sebelumnya dalam dialog pada Pembukaan Pekan Batik Internasional, seorang pengusaha batik Ny Fadilah mempertanyakan apakah benar batik sudah dipatenkan oleh Malaysia. Menurut Ny Fadillah akan sangat ironis jika batik justru telah dipatenkan oleh Malaysia.

Menurut Wapres, untuk sebuah paten itu harus ada persyaratannya seperti siapa penemunya kemudian paten juga ada masanya. Katakanlah 25 tahun atau ada waktu tertentu.

"Batik di Indonesia ini umurnya sudah panjang, jadi sudah boleh dipakai orang. Jadi tidak mungkin seseorang atau suatu negara bisa mengklaim bahwa dialah pencipta batik," kata Wapres.

Karena itu, tambah Wapres, pemerintah membantu dengan membuat tren berupa kebiasaan menggunakan batik dalam berbagai kegiatan.

"Saya tidak yakin Malaysia ada hak paten untuk batik ini. Nanti akan saya cek," kata Wapres.

Lebih lanjut Wapres menambahkan bahwa orang atau negara lain boleh saja mengklaim batik menjadi hak patennya.

"Tapi saya menilai itu sama dengan lagu yang penciptanya no name atau tahu dan tempe, karena sama sekali tak penuhi persyaratannya," kata Wapres.

Sebelumnya Walikota Pekalongan Mohamad Basyir Ahmad mengatakan sampai saat ini baru ada 90 desain batik yang telah dipatenkan.

"Untuk event pekan batik internasional ini, kita merencanakan akan mematenkan 200 desain batik yang benar-benar asli kreasi orang Pekalongan," kata Basyir Ahmad.

Di Pekalongan saat ini tercatat sekitar 1.500 s/d 2.000 pengusaha batik yang melibatkan sekitar 40 ribu orang pekerja. Selain itu juga terdapat 380 pengusaha batik asal Pekalongan yang berada dan berusaha di Bali. (*)

21/03/2009 13:20
Liputan6.com, Jakarta: Batik memang indah dan menawan. Tak heran jika baru-baru ini negeri jiran Malaysia dengan lantang mengklaim batik sebagai warisan budaya negaranya. Hal ini tentu saja membuat Indonesia gerah. Apalagi jelas-jelas batik lekat dengan budaya Indonesia.

Untuk itulah, sejak tahun lalu Indonesia melalui Departemen Kebudayaan dan Pariwisata mendaftarkan hak paten kain batik ke United Nations Educational Scientific Cultural Organization (UNESCO) agar bisa diakui dunia. Rencananya September mendatang UNESCO akan mengesahkan paten batik untuk Indonesia.

Menurut Direktur UNESCO untuk Indonesia, Prof Dr Hubert Gijzen, batik Indonesia unik, sangat spesial, punya sejarah panjang, serta sangat menyatu dengan budaya negara ini. Karena itulah batik Indonesia harus dibedakan dengan batik produksi negara lain. Pujian juga datang dari para duta besar negara sahabat.

"Saya rasa batik adalah budaya asli Indonesia yang sudah menjelajah ke negara lain. Bahkan di Turki kita juga memproduksi dan mengenakan batik. Meskipun demikian kita tetap menyadari bahwa batik adalah warisan budaya asli Indonesia," kata Aydin Evirgen, Dubes Turki di Indonesia.(TES/Sufiani Tanjung dan Yuli Sasmito


Batik Indonesia, Kebudayaan Asli Yang Kurang Terjaga.

Jumat, 13-04-2007 13:54:11 oleh: Retty N. Hakim
Kanal:
Gaya Hidup

Hari Senin, 9 April 2007, mantan Menteri Pariwisata Pos dan Telekomunikasi Joop Ave memperkenalkan buku Grand Batik Interiors di Jakarta. Menurut harian Kompas  (Nama dan Peristiwa) 12 April 2007 ketertarikan ini bermula sejak beliau ditugaskan sebagai konsul di New York 45 tahun yang lalu. Dengan buku ini beliau ingin mengembangkan manfaat ekonomi lain dari batik, yakni sebagai produk interior. Beliau ingin orang-orang muda yang tampaknya kurang mengapresiasi batik, dapat menyenangi dan mengapresiasi batik.
Batik, menurut Wikipedia  berasal dari kata Jawa amba(menulis) dan titik (juga berarti titik dalam bahasa Indonesia). Selain itu ada juga yang mengartikannya sebagai menghamba pada titik. Memang titik merupakan desain dominan pada batik. Di Museum Nasional dapat kita lihat detail motif batik pada penggambaran kain pada patung-patung batu yang berasal dari abad ke 8 (contoh patung patung  yang berasal dari candi Prambanan) maupun pada patung-patung yang berasal dari abad ke 13 (Singosari) dan abad ke 14 (Majapahit). Walaupun demikian penulisan pertama tentang pembuatan batik di Jawa berasal dari pencatatan keraton di Jawa Tengah pada abad ke 16 (Aspects of Indonesian Culture).
Teknik dasar batik (dye resistance pattern) menurut info berasal dari Mesir sekitar 1500 tahun yang lalu. Di Museum Nasional terdapat juga kendi China yang dibuat dengan mencoba mempraktekkan teknik membatik ini pada keramik. Tapi percobaan pada kain tampaknya lebih berhasil di Jawa. Dari namanya saja sudah jelas asal tempat yang membesarkan nama batik itu sendiri.
Dengan perkembangan perdagangan kain di Jawa maka masuklah kain dari India pada sekitar tahun 1800 dan dari Eropa pada sekitar tahun 1815. Karena menggunakan kain yang lebih berkualitas maka perkembangan batik Jawa semakin pesat dan semakin terkenal.
Mattiebelle Gittinger yang meneliti tekstil di Indonesia dalam tulisannya di Arts of Asia (September – Oktober 1980) menyebutkan bahwa pemakaian teknik dasar membatik yang menggunakan lilin ini mungkin berasal dari Cina dan India, tapi semua alat membatik dan proses pembatikannya merupakan sesuatu yang khas Jawa. Canting adalah alat penulisan batik yang ditemukan oleh orang Jawa dan menunjukkan kepandaian yang tinggi dari nenek moyang kita.
Bahkan, menurut Gittinger orang Belanda pada abad ke 17 mulai memperdagangkan batik dan pada abad ke 19 mulai menghasilkan tekstil pabrik bermotif batik yang kemudian diperdagangkannya ke Afrika Barat.
Sayangnya hasil artistik yang bernilai tinggi ini menurut para ahli, kurang diperhatikan pemerintah. Bahkan seorang Malaysia menyanjung kepedulian pemerintahnya pada perkembangan batik Malaysia, dengan mengutip harian Jakarta Post yang membahas mengenai perbandingan perkembangan batik Indonesia dengan Malaysia yang sebenarnya menggunakan pekerja dari Indonesia. Kurangnya perhatian pemerintah pada perkembangan batik memang tersorot pada tahun 2005 karena ternyata Malaysia terlebih dahulu mematenkan batik seperti yang tertulis di harian Republika. Memang persoalan paten ini menurut harian Kompas banyak yang tidak tahu, dan cukup sulit memperjuangkan pengakuan hak kekayaan tradisi budaya. Perhatian Malaysia pada hak paten memang lebih tinggi, dan promosi mereka terhadap batik Malaysia cukup besar, seperti yang terlihat pada perangko Malaysia.
Padahal batik sebenarnya mengandung nilai sejarah yang sangat tinggi. Motif batik Parang Rusak misalnya, sebenarnya termasuk motif batik sakral yang hanya dipergunakan di lingkungan kraton. Demikian juga warna batik pada motif parang bisa menentukan asal kraton pemakainya, apakah dari Kraton Solo atau dari Kraton Jogja.
Selain membawa arti simbolis, mengamati batik juga memperlihatkan kekayaan budaya serapan Indonesia. Di Museum Nasional kita bisa melihat perbedaan antara batik pesisir yang terpengaruhi oleh budaya Cina, budaya Islam, maupun pengaruh pendudukan Belanda yang memang pada waktu itu juga menghasilkan batik Belanda (berasal dari pabrik yang dimiliki oleh orang Belanda di Indonesia).
Jadi bagaimana kita bisa ikut membantu menjaga warisan yang bernilai budaya dan sejarah ini? Beberapa orang sudah memulainya, dalam hal produksi selain pabrik pabrik besar dan kecil, ada juga desainer seperti Iwan Tirta, Harry Dharsono, dan Obin. Sekarang ada Joop Ave yang mengajak anda melihat batik sebagai elemen interior.
Hak paten desain batik kita juga perlu diperhatikan, diperlukan bantuan pemerintah terhadap pengusaha kecil yang mungkin tidak tahu menahu mengenai hak cipta. Tidak lucu kalau suatu hari ada pembatik yang dituntut karena menggunakan desain batiknya yang sudah dipatenkan negara lain. Sementara itu bagaimana dengan pemasarannya? Sudahkah kita mengenakan batik dengan bangga?  
Referensi:
Aspects of Indonesian Culture – Indonesian Heritage Society.Indonesian Textile– Mattiebelle Gittinger (Arts of Asia, part of the Indonesian Heritage Society Volunteer Tour Guides’ Training Workshop materials)
Referensi online di atas.
Lucky savitri
02-10-2009
Liputan6.com, Jakarta: Batik Indonesia secara resmi diakui UNESCO dengan dimasukkannya ke dalam Daftar Representatif sebagai Budaya Tak-benda Warisan Manusia (Representative List of the Intangible Cultural Heritage of Humanity) dalam Sidang ke-4 Komite Antar-Pemerintah tentang Warisan Budaya Tak-benda di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab, Jumat (2/9) malam.

Seperti dilansir ANTARA, dalam siaran pers dari Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, UNESCO mengakui batik Indonesia bersama dengan 111 nominasi mata budaya dari 35 negara, dan memasukkannya dalam Daftar Representatif 76 mata budaya.

UNESCO mengakui bahwa Batik Indonesia mempunyai teknik dan simbol budaya yang menjadi identitas rakyat Indonesia mulai dari lahir sampai meninggal. hal itu terlihat dari bayi yang digendong dengan kain batik bercorak simbol yang membawa keberuntungan, dan yang meninggal ditutup dengan kain batik. Selain itu, pakaian dengan corak sehari-hari juga dipakai secara rutin dalam kegiatan bisnis dan akademis. Sementara berbagai corak lainnya dipakai dalam upacara pernikahan, kehamilan, juga dalam wayang, kebutuhan non-sandang dan berbagai penampilan kesenian. Kain batik bahkan memainkan peran utama dalam ritual tertentu.

Berbagai corak Batik Indonesia menandakan adanya berbagai pengaruh dari luar mulai dari kaligrafi Arab, burung phoenix dari Cina, bunga ceri dari Jepang, sampai burung merak dari India atau Persia. Tradisi membatik Indonesia juga diturunkan dari generasi ke generasi. Ini memperlihatkan batik terkait dengan identitas budaya rakyat indonesia. Berbagai arti simbolik dari warna dan corak mengekspresikan kreativitas dan spiritual rakyat Indonesia.

UNESCO memasukkan Batik Indonesia ke dalam Daftar Representatif karena telah memenuhi kriteria, antara lain kaya dengan simbol-simbol dan filosofi kehidupan rakyat Indonesia, serta memberi kontribusi bagi terpeliharanya warisan budaya tak-benda pada saat ini dan di masa mendatang. Dalam menyiapkan nominasi, para pihak terkait telah melakukan berbagai aktivitas, termasuk melakukan penelitian di lapangan, pengkajian, seminar, dan sebagainya untuk mendiskusikan isi dokumen dan memperkaya informasi secara bebas dan terbuka.

Depbudpar menyatakan masuknya Batik Indonesia dalam UNESCO Representative List of Intangible Cultural Heritage of Humanity merupakan pengakuan internasional terhadap salah satu mata budaya Indonesia, sehingga diharapkan dapat memotivasi dan mengangkat harkat para pengrajin batik dan mendukung usaha meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Depbudpar menyatakan bahwa perjuangan supaya Batik Indonesia diakui UNESCO ini melibatkan banyak pihak, baik pemerintah, para pengrajin, pakar, asosiasi pengusaha dan yayasan atau lembaga batik, serta masyarakat luas. Perwakilan RI di negara anggota Tim Juri yaitu di Persatuan Emirat Arab, Turki, Estonia, Meksiko, Kenya dan Korea Selatan serta UNESCO-Paris turut memegang peranan penting dalam memperkenalkan batik secara lebih luas kepada para anggota Tim Juri, sehingga mereka lebih seksama mempelajari dokumen nominasi Batik Indonesia.

Sebelumnya, Pemerintah Indonesia telah memasukkan Batik Indonesia ke dalam Daftar Inventaris Mata Budaya Indonesia. Pada 2003 dan 2005 UNESCO telah mengakui Wayang dan Keris sebagai Karya Agung Budaya Lisan dan Tak-benda Warisan Manusia (Masterpieces of the Oral and Intangible Cultural Heritage of Humanity).(LUC)
sejarah tehnik batik
Seni pewarnaan kain dengan teknik pencegahan pewarnaan menggunakan malam adalah salah satu bentuk seni kuno. Penemuan di Mesir menunjukkan bahwa teknik ini telah dikenal semenjak abad ke-4 SM, dengan diketemukannya kain pembungkus mumi yang juga dilapisi malam untuk membentuk pola. Di Asia, teknik serupa batik juga diterapkan di Tiongkok semasa Dinasti T'ang (618-907) serta di India dan Jepang semasa Periode Nara (645-794). Di Afrika, teknik seperti batik dikenal oleh Suku Yoruba di Nigeria, serta Suku Soninke dan Wolof di Senegal.[2]. Di Indonesia, batik dipercaya sudah ada semenjak zaman Majapahit, dan menjadi sangat populer akhir abad XVIII atau awal abad XIX. Batik yang dihasilkan ialah semuanya batik tulis sampai awal abad XX dan batik cap baru dikenal setelah Perang Dunia I atau sekitar tahun 1920-an.[3]
Walaupun kata "batik" berasal dari bahasa Jawa, kehadiran batik di Jawa sendiri tidaklah tercatat. G.P. Rouffaer berpendapat bahwa tehnik batik ini kemungkinan diperkenalkan dari India atau Srilangka pada abad ke-6 atau ke-7. [2]Di sisi lain, J.L.A. Brandes (arkeolog Belanda) dan F.A. Sutjipto (arkeolog Indonesia) percaya bahwa tradisi batik adalah asli dari daerah seperti Toraja, Flores, Halmahera, dan Papua. Perlu dicatat bahwa wilayah tersebut bukanlah area yang dipengaruhi oleh Hinduisme tetapi diketahui memiliki tradisi kuna membuat batik.[4]
G.P. Rouffaer juga melaporkan bahwa pola gringsing sudah dikenal sejak abad ke-12 di Kediri, Jawa Timur. Dia menyimpulkan bahwa pola seperti ini hanya bisa dibentuk dengan menggunakan alat canting, sehingga ia berpendapat bahwa canting ditemukan di Jawa pada masa sekitar itu.[4] Detil ukiran kain yang menyerupai pola batik dikenakan oleh Prajnaparamita, arca dewi kebijaksanaan buddhis dari Jawa Timur abad ke-13. Detil pakaian menampilkan pola sulur tumbuhan dan kembang-kembang rumit yang mirip dengan pola batik tradisional Jawa yang dapat ditemukan kini. Hal ini menunjukkan bahwa membuat pola batik yang rumit yang hanya dapat dibuat dengan canting telah dikenal di Jawa sejak abad ke-13 atau bahkan lebih awal.
Legenda dalam literatur Melayu abad ke-17, Sulalatus Salatin menceritakan Laksamana Hang Nadim yang diperintahkan oleh Sultan Mahmud untuk berlayar ke India agar mendapatkan 140 lembar kain serasah dengan pola 40 jenis bunga pada setiap lembarnya. Karena tidak mampu memenuhi perintah itu, dia membuat sendiri kain-kain itu. Namun sayangnya kapalnya karam dalam perjalanan pulang dan hanya mampu membawa empat lembar sehingga membuat sang Sultan kecewa.[5] Oleh beberapa penafsir,who? serasah itu ditafsirkan sebagai batik.
Dalam literatur Eropa, teknik batik ini pertama kali diceritakan dalam buku History of Java (London, 1817) tulisan Sir Thomas Stamford Raffles. Ia pernah menjadi Gubernur Inggris di Jawa semasa Napoleon menduduki Belanda. Pada 1873 seorang saudagar Belanda Van Rijekevorsel memberikan selembar batik yang diperolehnya saat berkunjung ke Indonesia ke Museum Etnik di Rotterdam dan pada awal abad ke-19 itulah batik mulai mencapai masa keemasannya. Sewaktu dipamerkan di Exposition Universelle di Paris pada tahun 1900, batik Indonesia memukau publik dan seniman.[2]
Semenjak industrialisasi dan globalisasi, yang memperkenalkan teknik otomatisasi, batik jenis baru muncul, dikenal sebagai batik cap dan batik cetak, sementara batik tradisional yang diproduksi dengan teknik tulisan tangan menggunakan canting dan malam disebut batik tulis. Pada saat yang sama imigran dari Indonesia ke Persekutuan Malaya juga membawa batik bersama mereka.mendapat gelar yang mememberitahukan bahwa batik adalah kain spesial .batik termasuk kain
BUDAYA BATIK
Batik adalah kerajinan yang memiliki nilai seni tinggi dan telah menjadi bagian dari budaya Indonesia (khususnya Jawa) sejak lama. Perempuan-perempuan Jawa di masa lampau menjadikan keterampilan mereka dalam membatik sebagai mata pencaharian, sehingga di masa lalu pekerjaan membatik adalah pekerjaan eksklusif perempuan sampai ditemukannya "Batik Cap" yang memungkinkan masuknya laki-laki ke dalam bidang ini. Ada beberapa pengecualian bagi fenomena ini, yaitu batik pesisir yang memiliki garis maskulin seperti yang bisa dilihat pada corak "Mega Mendung", dimana di beberapa daerah pesisir pekerjaan membatik adalah lazim bagi kaum lelaki.
Tradisi membatik pada mulanya merupakan tradisi yang turun temurun, sehingga kadang kala suatu motif dapat dikenali berasal dari batik keluarga tertentu. Beberapa motif batik dapat menunjukkan status seseorang. Bahkan sampai saat ini, beberapa motif batik tadisional hanya dipakai oleh keluarga keraton Yogyakarta dan Surakarta.
Batik Cirebon bermotif mahluk laut
Batik merupakan warisan nenek moyang Indonesia ( Jawa ) yang sampai saat ini masih ada. Batik juga pertama kali diperkenalkan kepada dunia oleh Presiden Soeharto, yang pada waktu itu memakai batik pada Konferensi PBB
Batik dipakai untuk membungkus seluruh tubuh oleh penari Tari Bedhoyo Ketawang di keraton jawa.

Corak batik

Ragam corak dan warna Batik dipengaruhi oleh berbagai pengaruh asing. Awalnya, batik memiliki ragam corak dan warna yang terbatas, dan beberapa corak hanya boleh dipakai oleh kalangan tertentu. Namun batik pesisir menyerap berbagai pengaruh luar, seperti para pedagang asing dan juga pada akhirnya, para penjajah. Warna-warna cerah seperti merah dipopulerkan oleh Tionghoa, yang juga mempopulerkan corak phoenix. Bangsa penjajah Eropa juga mengambil minat kepada batik, dan hasilnya adalah corak bebungaan yang sebelumnya tidak dikenal (seperti bunga tulip) dan juga benda-benda yang dibawa oleh penjajah (gedung atau kereta kuda), termasuk juga warna-warna kesukaan mereka seperti warna biru. Batik tradisonal tetap mempertahankan coraknya, dan masih dipakai dalam upacara-upacara adat, karena biasanya masing-masing corak memiliki perlambangan masing-masing.

[sunting] Cara pembuatan

Semula batik dibuat di atas bahan dengan warna putih yang terbuat dari kapas yang dinamakan kain mori. Dewasa ini batik juga dibuat di atas bahan lain seperti sutera, poliester, rayon dan bahan sintetis lainnya. Motif batik dibentuk dengan cairan lilin dengan menggunakan alat yang dinamakan canting untuk motif halus, atau kuas untuk motif berukuran besar, sehingga cairan lilin meresap ke dalam serat kain. Kain yang telah dilukis dengan lilin kemudian dicelup dengan warna yang diinginkan, biasanya dimulai dari warna-warna muda. Pencelupan kemudian dilakukan untuk motif lain dengan warna lebih tua atau gelap. Setelah beberapa kali proses pewarnaan, kain yang telah dibatik dicelupkan ke dalam bahan kimia untuk melarutkan lilin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar